Sabtu, 30 Mei 2015

MANAJEMEN PENDIDIKAN AGAMA ISLAM



MAKALAH
  TANTANGAN MANAJEMEN PENDIDIKAN ISLAM

(Diajukan Sebagai Tugas Kelompok Pada Mata Kuliah Manajemen Pendidikan Islam)


Dosen Pengampu
Dr. Ali Jadid,  M.Pd
                                                   





                                                  Zahraini

 NIM. 15.4.14.1.036
 Johairi
 NIM. 15.4.14.1.035




PASCA SARJANA
JURUSAN PENDIDIKAN AGAMA ISLAM
INSTITUT AGAMA ISLAM NEGERI MATARAM
TAHUN AKADEMIK 2014/2015



BAB I
PENDAHULUAN

Dalam pandangan doktrin Islam, segala sesuatu yang akan dikerjakan untuk jangka pendek, menengah dan panjang harus dilakukan secara rapi, benar, tertib, dan teratur. Proses proses di dalamnyapun harus diikuti dengan baik sebagai bentuk pengejawantahan  nilai nilai Islam. Hal ini berarti mengindikasikan bahwa sesuatu yang akan dikerjakan tidak boleh dilakukan secara asal asalan. Oleh karena itu Islam memberikan tatanan nilai pengelolaan mulai dari urusan terkecil seperti mengatur urusan rumah tangga sampai dengan urusan yang terbesar, mengatur urusan sebuah negara yang semua itu diperlukan bentuk pengaturan yang baik, tepat dan terarah dalam sebuah manajemen agar  tujuan yang hendak dicapai bisa diraih dan bisa selesai secara efektif dan efesien. Terlebih dalam pengelolaan pendidikan Islam yang merupakan salah satu segi penopang kehidupan  yang urgen untuk membangun peradaban manusia yang lebih baik serta penuh dengan keridhoan Allah.
Perkembangan ilmu pengetahuan dan tekhnologi yang sangat pesat diera globalisasi saat ini secara langsung atau tidak sangat mempengaruhi perkembangan manajemen. Manajemen sebagai suatu proses sosial, meletakkan bobotnya pada interaksi orang orang, baik orang orang yang berada di dalam maupun di luar lembaga lembaga formal, atau yang berada di atas maupun di bawah operasional seseorang. Selain itu juga manajemen pendidikan merupakan alternatif strategis untuk meningkatkan kualitas pendidikan.
Peningkatan kualitas pendidikan bukanlah tugas yang ringan, karena tidak hanya berkaitan dengan permasalahan tehnis, tapi mencakup berbagai persoalan yang rumit dan kompleks, sehingga menuntut manajemen pendidikan yang lebih baik. Sayangnya selama ini aspek manajemen pendidikan pada berbagai tingkat dan satuan pendidikan belum mendapat perhatian yang serius, sehingga seluruh komponen sistem pendidikan kurang berfungsi dengan baik. Lemahnya manajemen pendidikan juga memberikan dampak terhadap efisiensi internal pendidikan. Berdasarkan permasalahan di atas, maka dalam makalah ini akan dikaji mengenai pengertian manajemen pendidikan Islam, Karakteristik manajemen pendididkan Islam  dan tantangan tantangan manajemen pendidikan Islam.
BAB II
PEMBAHASAN

A.  Pengertian  Manajemen Pendidikan Islam.
Pada dasarnya kata manajemen merupakan kata terjemahan  secara langsung  dari kata  manajement berakar dari kata to manage yang berarti mengatur, mengurus, melaksanakan atau mengelola.[1] Sedangkan Omar Hamalik mendefinisikan  manajemen sebagai suatu proses sosial yang berkenaan dengan keseluruhan  usaha manusia dengan bantuan manusia lain serta sumber sumber lainnya, menggunakan  metode yang efektif dan efisien untuk mencapai tujuan yang ditentukan sebelumnya.[2]  Menurut Mary Parker Foller yang dikutip oleh Muhammad Bukhori manajemen diartikan sebagai seni dalam melakukan perencanaan, mengorganisir, memimpin dan  mengendalikan  manusia dan sumber daya lain untuk mencapai tujuan organisasi yang secara efektif dan efisien.[3]   Ada juga yang mengartikan manajemen sebagai kemampuan atau keterampilan  memperoleh suatu hasil  dalam rangka mencapai tujuan melalui kegiatan kegiatan orang lain.[4] Sedangkan menurut Ramayulis bahwa manajemen pada hakekatnya adalah  al tadbir (pengaturan). Kata ini merupakan wazan dari kata dabbara yang berarti mengatur.[5] Dalam Al-Qur’an kata manajemen ini dapat dilihat pada ayat al-Qur’an surat as-Sajadah ayat 5 yang berbunyi:
ãÎn/yムtøBF{$# šÆÏB Ïä!$yJ¡¡9$# n<Î) ÇÚöF{$# ¢OèO ßlã÷ètƒ Ïmøs9Î) Îû 5Qöqtƒ tb%x. ÿ¼çnâ#yø)ÏB y#ø9r& puZy
 $£JÏiB tbrãès? ÇÎÈ  
Artinya: “Dia mengatur urusan dari langit ke bumi, kemudian urusan itu naik kepadanya dalam satu hari yang kadarnya adalah seribu tahun menurut perhitunganmu” (Q.S. as-Sajadah: 5).
Dari isi  kandungan ayat di atas dapatlah diketahui bahwa Allah SWT adalah pengatur alam (manager). Keteraturan alam raya ini merupakan bukti kebesaran Allah SWT dalam  mengelola alam  ini. Namun, karena manusia yang diciptakan Allah SWT  telah dijadikan sebagai khalifah di bumi, maka dia harus mengatur dan  mengelola bumi ini dengan sebaik baiknya sebagaimana Allah mengatur alam raya ini.
Berdasarkan beberapa definisi di atas maka dapat ditarik kesimpulan bahwa manajemen merupakan sebuah proses mengatur, mengelola dan memanfaatkan semua sumber daya dan sumber daya manusia yang ada melalui bantuan orang lain dan bekerja sama dengannya, agar tujuan bersama bisa dicapai secara efektif, efesien dan produktif atau berhasil guna.
Adapun manajemen jika dihubungkan dengan pendidikan Islam  maka akan terbentuk suatu manajemen yang disebut manajemen pendidikan Islam. Sebelum mendefinisakn apa pengertian manajemen pendidikan Islam maka terlebih dahulu  perlu untuk diketahui pengertian dari pendidikan Islam  itu sendiri. Untuk memberikan pengertian pendidikan Islam, lebih bijaknya kalau melihat konsep pendidikan terlebih dahulu. Menurut  Ki Hajar Dewantara, mendidik adalah  menuntun  segala  kekuatan yang ada pada anak anak mereka sebagai manusia dan anggota masyarakat sehingga mencapai keselamatan dan kebahagiaan yang setinggi tingginya.[6] Menurut Ahmad D. Marimba adalah bimbingan atau pimpinan secara sadar oleh pendidik terhadap peserta didik menuju terbentuknya kepribadian yang utama.[7] Sedangkan  menurut H. M. Arifin adalah usaha sadar yang dilakukan oleh orang dewasa untuk membimbing dan mengembangkan kepribadian serta kemampuan dasar anak didik baik dalam hal bentuk pendidikan formal maupun non formal. Dengan kata lain pendidikan pada hakekatnya adalah ikhtiar untuk membantu dan mengarahkan pikiran dan fitrah manusia supaya berkembang sampai ke titik maksimal yang dapat dicapai dengan tujuan yang dicita-citakan.[8] Jadi pendidikan itu dilaksanakan oleh orang dewasa yang ditujukan kepada anak yang merupakan orang yang membutuhkan bimbingan dan bantuan.
Dari beberapa uraian manajemen dan pendidikan Islam ternyata ada penggabungan dua ilmu yaitu  manajemen dan pendidikan Islam. Menurut Prof. Dr. Mujamil Qomar manajemen pendidikan Islam adalah suatu proses pengelolaan  lembaga pendidikan Islam secara Islami dengan cara menyiasati sumber-sumber belajar dan hal-hal lain yang terkait untuk mencapai tujuan pendidikan Islam secara efektif dan efisien.[9] Sulistyorini menulis bahwa manajemen pendidikan Islam adalah suatu proses penataan/pengelolaan lembaga pendidikan Islam yang melibatkan sumber daya manusia muslim dan non manusia dalam menggerakkannya untuk mencapai tujuan pendidikan Islam secara efektif dan efisien.[10] Sedangkan Ramayulis mengatakan  bahwa manajemen pendidikan Islam adalah proses pemanfaatan semua sumber daya yang dimiliki (umat Islam, lembaga pendidikan atau lainnya) yang dilakukan melalui kerja sama dengan orang lain secara efektif, efesien, dan  produktif untuk mencapai kebahagiaan dan kesejahteraan baik di dunia dan  di akherat.[11]
Berdasarkan pengertian di atas, maka dapat ditarik kesimpulan bahwa  manajemen pendidikan Islam  merupakan suatu proses untuk mengkoordinasikan berbagai sumber daya pendidikan seperti guru, sarana dan  prasarana pendidikan seperti perpustakaan, laboratorium, dan sebagainya untuk mencapai tujuan dan sasaran pendidikan atau dengan kata lain  manajemen pendidikan agama Islam adalah kemampuan dalam  mengelola lembaga pendidikan Islam yang melibatkan sumber daya manusia muslim untuk ditumbuhkembangkan guna mencapai tujuan pendidikan Islam secara efektif dan efesien serta produktif.

B.       Karakteristik Manajemen pendidikan Islam.
Manajemen pendidikan Islam merupakan manajemen pendidikan yang berlabel Islam. Jadi tentunya memiliki karakteristik tersendiri. Karakteristik itu tidak lepas yang bersifat Islami. Manajemen pendidikan Islam mencakup objek bahasan yang cukup komplek, yang dapat dipertimbangkan atau dijadikan bahan dalam  merumuskan kaidah-kaidahnya. Masing-masing bahan itu diintegrasikan untuk mewujudkan manajemen pendidikan  yang berciri khas Islam. Istilah Islam yang melekat pada kata manajemen bisa berupa Islam wahyu dan Islam budaya. Islam wahyu  meliputi al-Qur’an dan hadits-hadits Nabi. Sedangkan Islam budaya meliputi ungkapan sahabat Nabi, pemahaman ulama, pemahaman cendekiawan Muslim dan budaya umat Islam. Kata Islam yang menjadi identitas manajemen pendidikan ini dimaksudkan mencakup makna keduanya, yakni Islam wahyu dan Islam budaya.
Karakteristik manajemen pendidikan Islam bersifat holistik, artinya strategi pengelolaan pendidikan Islam dilakukan dengan memadukan sumber-sumber belajar dan mempertimbangkan keterlibatan budaya manusianya. Oleh karena itu, dalam membahas manajemen pendidikan Islam senantiasa melibatkan wahyu dan budaya kaum Muslimin ditambah kaidah-kaidah manajemen pendidikan secara umum. Kaidah-kaidah  umum  manajemen  pendidikan tersebut misalnya pemberian otonomi yang luas kepada sekolah, partisipasi masyarakat dan orang tua, kepemimpinan yang demokratis dan profesional, dan team work yang kompak dan transparan dan lain sebagainya.
Teks-teks wahyu sebagai sandaran teologis; Perkataan-perkataan para sahabat Nabi, ulama dan cendikiawan Muslim sebagai sandaran rasional, realitas perkembangan lembaga pendidikan Islam serta kultur komunitas (pimpinan dan pegawai) lembaga pendidikan Islam sebagai sandaran empiris, sedangkan ketentuan kaidah-kaidah manajemen pendidikan sebagai sandaran teoritis. Jadi bangunan manajemen pendidikan Islam ini diletakkan di atas empat sandaran yaitu sandaran teologis, rasional, empiris, dan teoritis.
Sandaran teologis akan berdampak pada keyakinan adanya kebenaran pesan-pesan wahyu karena berasal dari Tuhan, sandaran rasional menimbulkan keyakinan kebenaran berdasarkan pertimbangan akal-pikiran, sandaran empiris menimbulkan keyakinan adanya  kebenaran berdasarkan data-data  riil dan akurat, sedangkan sandaran teoritis menimbulkan keyakinan adanya kebenaran berdasarkan akal pikiran dan data sekaligus dan telah dicobakan berkali-kali dalam pengelolaan pendidikan.
Di Negara kita manajemen pendidikan Islam belum diterapkan secara maksimal, hal ini disebabkan karena penempatan manajer oleh para pimpinan tidak berdasarkan kompetensi dari masing masing manajer namun lebih kepada kedekatan semata.

C.       Tantangan Manajemen Pendidikan Islam era globalisasi dan otonomi daerah.
Sebelum  membahas mengenai tantangan  manajemen pendidikan Islam pada era globalisasi dan otonomi daerah maka terlebih dahulu  perlu diketahui bahwa dalam  pendidikan  Islam terdapat  beberapa komponen dasar pendidikan Islam yaitu komponen komponen yang mutlak harus ada dalam  proses pendidikan Islam. Proses pendidikan akan terhenti total bila salah satu komponen tersebut tidak ada. Adapun komponen komponen tersebut antara lain manajemen personalia pendidikan  Islam, manajemen kesiswaan pendidikan Islam, manajemen  kurikulum  pendidikan  Islam, manajemen keuangan pendidikan  Islam, dan manajemen sarana dan prasarana pendididkan Islam.
Memasuki abad XXI ditandai dengan era globalisasi yang di dalamnya merupakan dunia informasi, proses komunikasi berjalan semakin intensif sehingga batas-batas negara tidak lagi menjadi penghalang dalam proses transformasi teknologi dan informasi.  Dunia pada abad ini  mengalami transformasi dalam segala aspek  kehidupan manusia.   Tidak terkecuali juga  perkembangan manajemen pendidikan Islam juga saat ini diwarnai oleh globalisasi. Perkembangan  lembaga pendidikan Islam secara kuantitatif  memang bertambah akan tetapi secara kualitatif  masih menghadapi berbagai problem yang serius, baik problem yang bersifat internal  hingga persoalan ekternal seperti politik dan ekonomi menambah sederet daftar problem yang mestinya ditindak lanjuti.
Timbulnya gejala pertumbuhan lembaga pendidikan dengan berbagai  ragam  model merupakan keniscayaan yang tidak dapat dibendung untuk memenuhi kebutuhan masyarakat yang semakin variatif. Gejala perubahan lembaga pendidikan Islam akan  mempengaruhi keadaan pendidikan masa depan  karena  tantangan yang dihadapi makin kompleks dan multidimensi. Gejala pembaharuan selalu muncul sejalan dengan perkembangan iptek modern. Pendidikan Islam  seperti juga pendidikan lainnya akan menghadapi gejala gejala tersebut. Husni Rahim menyatakan  masa depan pendidikan Islam dipengaruhi tiga isu besar: globalisasi, demokratisasi dan  liberalisasi Islam.[12] Selain isu yang bersifat mendunia pendidikan  Islam juga harus tanggap terhadap problem nasional mengingat pendidikan Islam merupakan aset pembangunan pendidikan  nasional.
Pendapat Husni Rahim  tersebut jika dikaitkan dengan komponen komponen dasar   pendidikan  Islam   akan  muncul  berbagai tantangan. Adapun tantangan   manajemen  pendidikan  dalam  lembaga pendidikan Islam ini meliputi :
1.        Tantangan manajemen personalia pendidikan  Islam  di era globalisasi dan otonomi daerah.
Pegawai atau personalia terutama guru merupakan ujung tombak dalam proses  pendidikan Islam. Proses pendidikan Islam tidak akan berhasil dengan baik tanpa peran guru. Secara institusional kemajuan suatu lembaga pendidikan lebih ditentukan oleh pimpinan lembaga tersebut dari pada oleh pihak lain. Akan tetapi dalam  proses pembelajaran guru berperan paling menentukan melebihi metode atau materi. Urgensi guru dalam proses pembelajaran  ini terlukis dalam ungkapan bahasa arab yang pernah disampaikan  A. Malik Fadjar, “al- thariqah ahammu min al- maddah walakinna al- mudarris ahammu min al- thariqah ” Metode  lebih penting daripada materi akan tetapi guru lebih penting daripada metode.[13] Peran guru yang sangat penting itu menjadi potensi besar dalam memajukan dan meningkatkan mutu pendidikan Islam atau sebaliknya bisa menghancurkannya.
Dalam  lembaga pendidikan  Islam di era globalisasi dan otonomi daerah ini faktor kompensasi  profesional guru  masih sangat rendah. Para guru yang merupakan unsur terpenting dalam kegiatan belajar mengajar, umumnya lemah dalam penguasaan materi bidang studi, terutama menyangkut bidang studi umum, keterampilan  mengajar, manajemen kelas, dan  motivasi mengajar. Hal ini terjadi karena sistem pendidikan Islam kurang kondusif bagi pengembangan kompetensi professional guru. Para guru seharusnya mempunyai kompetensi padagogik , kepribadian, profesional, dan sosial. Faktanya tak jarang ditemui guru mengeluhkan  nasibnya yang buruk, guru tidak berkompeten untuk melakukan pengarahan; dan guru yang merasa bahwa tugasnya hanya mengajar.
 Selain itu faktor pemimpin sekolah, dalam beberapa kasus madrasah  ditemukan bahwa yang menjadi kepala sekolah harus dari keturunan atau keluarga pendiri atau pengelola madrasah, walaupun tidak memenuhi syarat sebagai pendidik profesional. Selain itu para kepala madrasah   yang lemah,  tidak sedikit kepala-kepala madrasah yang tidak memiliki visi dan misi untuk mau kemana pendidikan akan dibawa dan dikembangkan. Tidak sedikit pula para kepala sekolah  lemah dalam kemampuan  membangun  manajemen dan komunikasi internal dengan para guru, melainkan juga lemah dalam komunikasi  dan bernegosiasi dengan masyarakat, orang tua, dan pengguna pendidikan untuk kepentingan penyelenggaraan pendidikan yang berkualitas.
Disamping itu pimpinan pendidikan Islam kurang mampu membuat perencanaan pegawai untuk memenuhi kebutuhan lembaga ke depan dan mengontrol atau  menghindari kesalahan penerimaan pegawai. Seorang pemimpin harus berupaya bersikap tegas  kepada para pegawainya sehingga suasana kerja menjadi jelas dan penuh kepastian termasuk dalam memberi perintah. Tetapi pada kenyataannya pemimpin pendidikan islam kurang mampu untuk bersikap tegas terhadap pegawainya  dan mereka terkadang kurang memperhatikan profesionalisme dalam hal perekrutan pegawai.   Hal ini berdampak bagi kemajuan pendidikan Islam. Menurut Mujamil Qomar:
“Dalam lembaga pendidikan  Islam  terutama yang berstatus negeri acap kali terjadi pertentangan ideologi antar organisasi sosial keagamaan utamanya, misalnya antara Muhammadiyah dan NU dll. Lantaran pertentangan- pertentangan  ini , akhirnya politik kepentingan memasuki arena lembaga pendidikan dengan memberikan tekanan tekanan tertentu. Di samping itu fenomena yang lebih parah lagi yaitu ternyata ukuran atau parameter keberhasilan pimpinan bagi kalangan aktivis organisasi bukan  terletak pada kesesuaian antara pelaksanaan program dengan perencanaannya, akan tetapi lebih pada seberapa besar pimpinan tersebut dapat memberi keuntungan bagi organisasinya sehingga profesionalisme tidak dibutuhkan lagi”.[14]
  
Selain itu lembaga pendidikan Islam khususnya pesantren tradisional karena dikelola berdasarkan tradisi bukan berdasarkan profesionalisme atau berdasarkan  keahlian/skill, maka hal ini akan berakibat tidak ada perencanaan  yang  matang, distribusi  kekuasaan  atau  kewenangan yang baik dan sebagainya. Dalam  persfektif  manajerial  landasan  tradisi dalam  mengelola suatu  lembaga , dalam hal ini pesantren menyebabkan produk pengelolaan itu asal jadi, tidak memiliki fokus strategi yang terarah, dominasi personal terlalu besar, dan cenderung ekslusif dalam  pengembangannya. Tentu saja hal ini sangat mengancam kemajuan lembaga pendidikan Islam.

2.        Tantangan manajemen kesiswaan pendidikan  Islam  di era globalisasi dan otonomi daerah.
Manajemen kesiswaan adalah pengelolaan kegiatan yang berkaitan dengan peserta didik mulai dari awal masuk hingga selesai dari lembaga pendidikan. Lembaga pendidikan Islam menerima siswa/mahasiswa dari semua lapisan intelektual, sosial dan budaya. Secara ekonomi  input siswa /mahasiswa dalam lembaga pendidikan Islam berada pada level menengah  ke bawah secara intelektual, potensi mereka juga lemah. Kondisi intelektual siswa yang lemah ini kemudian di perburuk dengan banyaknya beban  mata pelajaran. Beban mata pelajaran siswa di madrasah lebih berat dari sekolah umum. Begitu juga dengan yang dialami mahasiswa perguruan tinggi Islam, beban mereka lebih berat dari pada mahasiswa perguruan tinggi umum. Potensi intelektual siswa/mahasiswa yang begitu lemah di satu sisi dan beban pelajaran/perkuliahan yang lebih berat di sisi yang lain dirasakan oleh pimpinan  beserta  jajaran staf pengajar di lembaga pendidikan Islam sebagai tugas yang berat. Sementara itu standar mutu  lulusan yang dituntut dari lembaga pendidikan Islam sangat tinggi.
Menurut Moh. Raqib bahwa:
 
“Problem mutu  lulusan lembaga pendidikan Islam pada setiap jenjang dan satuan pendidikan khususnya pendidikan  dasar , menengah  dan juga jenjang yang lebih  tinggi. Selama ini adalah alumni yang bisa dibilang tidak atau kurang kreatif. Indikasi hal tersebut tampak pada alumni yang  relatif banyak tidak mendapat  lapangan kerja dan lebih mengandalkan untuk menjadi  PNS sementara lowongan kerja untuk PNS sangat terbatas. Ini menunjukkan rendahnya kreatifitas untuk menciptakan lowongan kerja sendiri. padahal pendidikan sebagaimana dinyatakan Amir Faisal harus mampu menyiapkan SDM yang tidak hanya  sebagai penerima arus informasi global, tetapi juga harus memberikan bekal kepada mereka agar dapat mengolah, menyesuaikan dan mengembangkan segala hal yang diterima melalui arus informasi itu yakni manusia yang kreatif dan produktif”.[15]

 Tentunya fenomena ketidakkreatifan  peserta didik tentu saja tidak lepas dari sistem pendidikan dan pembelajaran yang ada di lembaga pendidikan yang memang sering kali tidak menekankan peserta didik untuk bersikap kreatif. Di era globalisasi ini  siswa/mahasiswa dituntut memiliki keterampilan dan pengalaman yang praktis hal ini disebabkan karena era globalisasi yang memiliki kecenderungan munculnya penjajahan baru dalam bidang kebudayaan (new Colonization in culture) juga  mengakibatkan pola pikir (mindset) masyarakat pengguna pendidikan  yaitu yang semula mereka belajar dalam rangka meningkatkan kemampuan intelektual, moral, fisik dan psikisnya, berubah menjadi belajar untuk mendapatkan pekerjaan dan penghasilan yang besar. Tidak hanya itu kecenderungan penjajahan baru dalam bidang kebudayaan  juga telah menyebabkan munculnya  budaya pop atau budaya urban yaitu budaya yang serba hedonistik, materialistik, rasional, ingin serba cepat, praktis, pragmatis, dan instan. Kebudayaan ini menyebabkan  ajaran agama yang bersifat normatif dan menjanjikan masa depan yang baik di akherat kurang diminati. Mereka menuntut ajaran agama yang sesuai dengan budaya urban. Menghadapi hal di atas, maka semua personalia pendidikan Islam harus melaksanakan   manajemen siswa yang meliputi pengolahan siswa menjadi output yang menarik karena hal itu merupakan  suatu yang diperlukan di era globalisasi dan otonomi.

3.        Tantangan manajemen kurikulum pendidikan  Islam  di era globalisasi dan  otonomi daerah.
Selama ini kurikulum dianggap sebagai faktor penentu keberhasilan pendidikan, termasuk pendidikan Islam. Karena itu perhatian para guru, dosen , kepala sekolah/madrasah, ketua rektor maupun praktisi pendidikan terkonsentrasi pada kurikulum. Padahal kurikulum bukanlah penentu  utama. Dalam kasus pendidikan misalnya problem paling besar yang dihadapi oleh bangsa ini sesungguhnya bukan problem  kurikulum  meskipun bukan berarti kurikulum tidak menimbulkan problem. Namun ketika kita melihat di lembaga pendidikan Islam bahwa masalah kesadaran  merupakan problem yang paling besar yaitu lemahnya kesadaran untuk berprestasi, kesadaran untuk sukses, kesadaran untuk meningkatkan SDM, kesadaran untuk menghilangkan kebodohan, maupun kesadaran untuk berbuat yang terbaik.
Dalam pendidikan Islam pemerintah kurang menghargai guru dan dosen terutama bagi yang berstatus tidak tetap, padahal mereka merupakan ujung tombak pendidikan. Kepala sekolah lebih memperhatikan urusan fisik sekolah dari pada kualitas pembelajaran. Para guru hanya mengerjakan rutinitas mengajar dan hampir tidak pernah melakukan inovasi-inovasi. Demikian juga siswa bersifat pragmatis, yang dipentingkan lulus bukan lagi kualitas, sehingga mereka enggan belajar tetapi rajin menonton hiburan. Sementara itu masyarakat juga bersifat pragmatis dengan cenderung mengejar pendidikan yang cepat selesai, tugas ringan dan cepat kerja tanpa mempertimbangkan efek negatifnya.
Jika dilihat dari isi kurikulum yang ada di lembaga pendidikan Islam isi kurikulumnya belum bisa memberikan dampak positif terhadap perubahan moral peserta didik.[16]
Menurut Daniel Bell adanya kecenderungan integrasi ekonomi diera globalisasi menyebabkan terjadinya persaingan bebas dalam dunia pendidikan.[17] Pendidikan pada zaman ini termasuk komoditas yang diperdagangkan. Penyelenggaraan pendidikan saat ini tidak hanya ditujukan untuk mencerdaskan bangsa, memberdayakan manusia atau mencetak manusia yang saleh, melainkan untuk menghasilkan manusia manusia yang economic minded, dan penyelenggaraannya untuk mendapatkan keuntungan materi. Integrasi dalam bidang ekonomi membawa implikasi terjadinya persaingan yang kuat antara satu negara dengan negara yang lain di dalam memasarkan hasil produknya termasuk dalam memasarkan produknya dalam bidang jasa pendidikan.
.
Disinilah tanggung jawab pendidikan Islam sangat besar sejalan dengan perkembangan global, pengaruh perkembangan global selain banyak nilai-nilai positif senyatanya juga tidak sedikit pengaruh negatif yang menyelimuti kehidupan manusia, misalnya kasus-kasus yang terjadi di kalangan siswa SMA, seperti imbas dari merambahnya ilmu teknologi dan informasi yang menjamur dalam kehidupan, sebut saja internet; dengan internet sangat mudah untuk mengakses film-film porno yang kemudian tidak menutup kemungkinan akan berlanjut pada praktek. Sehubungan dengan hal di atas maka kurikulum terutama  pendidikan agama Islam yang diberikan kepada siswa harus mampu menjadi tameng bagi pengaruh negatif dari perkembangan ilmu teknologi dan informasi yang kian hari semakin mengakar menghantui kehidupan (khusunya bagi anak-anak usia remaja).
Jadi berdasarkan uraian di atas  kurikulum bukanlah satu satunya kendala utama  terhadap rapuhnya kualitas pendidikan  tetapi lemahnya kesadaran semua pihak juga merupakan kendala nagi kemajuan lembaga pendidikan Islam. Tetapi walaupun begitu kurikulum sebagai rancangan segala kegiatan yang mendukung tercapainya tujuan pendidikan tetap memiliki peran yang penting setidaknya dalam mewarnai kepribadian seseorang.

4. Tantangan manajemen keuangan pendidikan  Islam  di era globalisasi dan  otonomi daerah.
Selama ini muncul kesan bahwa keuangan adalah segalanya dalam memajukan suatu lembaga pendidikan. Tanpa dukungan finansial yang cukup maka seakan manager lembaga pendidikan tidak bisa berbuat banyak untuk memajukan pendidkan Islam. Sebab mereka berfikir bahwa upaya memajukan senantiasa harus dimodali uang. Terkait dengan keuangan tersebut Sudarwan Danim melaporkan bahwa ketika kebijakan  reformasi pendidikan ingin diimplementasikan, kemampuan finansial untuk mendukungnya tidak terhindari.sebab kemampuan di bidang keuangan merupakan sumber frustrasi bagi para pembaru.[18]  Sehubungan dengan hal itu Mulyasa mengatakan bahwa  keuangan dan pembiayaan merupakan potensi yang sangat menentukan dalam penyelenggaraan pendidikan. Kedua hal tersebut merupakan komponen produksi yang menentukan terlaksananya kegiatan proses belajar mengajar di sekolah bersamakomponen komponen lainnya.[19]
Selain itu Adanya perlakuan diskriminatif pemerintah terhadap pendidikan Islam juga sangat berpengaruh  terhadap kemajuan  lembaga pendidikan. islam. Alokasi dana yang diberikan pemerintah sangat jauh perbedaannya dengan pendidikan yang berada di lingkungan Diknas. Terlepas itu semua, apakah itu urusan Depag atau Depdiknas, mestinya alokasi anggaran negara pada pendidikan Islam tidak terjadi kesenjangan, Padahal pendidikan Islam juga bermisi untuk mencerdaskan bangsa, sebagaimana juga misi yang diemban oleh pendidikan umum. Dengan kata lain bahwa  paradigma birokrasi tentang pendidikan Islam selama ini lebih didominasi oleh pendekatan sektoral dan bukan pendekatan fungsional. Pendidikan Islam tidak dianggap bagian dari sektor pendidikan lantaran urusannya tidak di bawah Depdiknas. Dan lebih tragis lagi adalah sikap diskriminatif terhadap prodak atau lulusan pendidikan Islam. selain itu sifat diskriminasi pemerintah terhadap pendidikan Islam dapat dilihat dari minimnya penghargaan terhadap riset akademisi atau ilmuan. Selain itu paradigm masyarakat terhadap lembaga pendidikan Islam masih sebelah mata. Lembaga pendidikan Islam  merupakan alternatif terakhir setelah tidak dapat diterima di lembaga pendidikan di lingkungan Diknas, itulah yang sering kita temui di sebagian masyarakat kita. Pandangan masyarakat yang demikian menjadi indikator rendahnya kepercayaan mereka terhadap lembaga pendidikan Islam.
 Mayoritas lembaga pendidikan Islam berstatus swasta dananya bersumber dari usaha swadaya masyarakat santri yang kondisi ekonominya tergolong level menengah ke bawah. Hal ini berimplikasi terhadap keadaan keuangan lembaga. Minimnya keuangan lembaga tersebut  menyebabkan posisi lembaga pendidikan tersebut selalu terbelakang dan sulit maju. Sebab untuk memajukan madrasah seperti juga memajukan lembaga pendidikan lainnya, sangat membutuhkan dana yang memadai. Dalam waktu yang bersamaan dengan  itu juga kebijakan pemerintah tidak berpihak kepada lembaga pendidikan Islam swasta. Kepedulian pemerintah hanya terarah pada lembaga pendidikan  negeri sehingga beban madrasah semakin berat.
5. Tantangan manajemen sarana dan prasarana  pendidikan  Islam  di era globalisasi dan otonomi daerah.
Keberadaan sarana dalam proses pendidikan mutlak dibutuhkan tanpa sarana proses pendidikan akan mengalami kesulitan bahkan bisa berakibat gagalnya pendidikan. Sarana pendidikan adalah peralatan dan perlengkapan yang secara langsung dipergunakan dalam proses belajar mengajar. Adapun prasarana pendidikan adalah fasilitas yang secara tidak langsung menunjang jalannya proses pengajaran seperti halaman, kebun taman sekolah, jalan menuju sekolah dll. Manajemen sarana dan prasarana pendidikan bertugas mengatur serta menjaga sarana dan prasarana pendidikan agar dapat memberikan kontribusi dalam proses pendidikansecara optimal.
Sarana dan prasarana  pendidikan dalam lembaga pendidikan Islam sebaiknya dikelola dengan sebaik mungkin sesuai ketentuan sebagai berikut:
a.    Lengkap, siap pakai setiap saat, kuat dan awet.
b.    Rapi, indah bersih sehingga menyejukkan pandangan siapapun yang memasuki komplek lembaga pendidikan Islam.
c.    Kreatif, inovatif dan responsive dan variatif sehingga dapat merangsang timbulnya imajinasi peserta didik.
d.   Memiliki jangkauan waktu penggunaan yang panjang melalui perencanaan yang matang untuk menghindari kecenderungan bongkar pasang bangunan
e.    Memiliki tempat khusus untuk beribadah, maupun pelaksanaan kegiatan sosio religious seperti musalla atau masjid.
Di era globalisasi ini masyarakat membutuhkan perlakuan yang adil, demokratis, cepat, transparan tepat dan professional. Oleh karena itu pelayanan lembaga pendidikan Islam harus lebih memberikan peluang dan kebebasan kepada siswa/mahasiswa  yaitu dengan melakukan model belajar mengajar yang partisipatif, aktif, inovatif, kreatif, efektif, dan menyenangkan. Selain itu dibutuhkan penggunaan tekhnologi yang canggih khususnya Teknologi Komunikasi dan Informasi  (TKI) seperti komputer dalam dunia pendidikan untuk memperlancar pelayanan administrasi pendidikan, keuangan dan proses belajar mengajar. melalui TKI ini para siswa/mahasiswa dapat melakukan pendaftaran kuliah atau mengikuti kegiatan belajar  dari jarak jauh (distance-learning). 
Akan tetapi  lemahnya dana dan sumber daya manusia/personalia di lembaga pendidikan Islam terkadang menyebabkan kurang tersedianya sarana dan prasarana.  Kalaupun tersedia, terkadang sarana dan prasarana tersebut tidak terurus dan tidak dimamfaatkan dalam proses pembelajaran guna mencapai tujuan pendidikan. Hal ini tentu berdampak bagi kemajuan lembaga pendidikan Islam.


BAB III

KESIMPULAN


Berdasarkan uraian di atas maka dapat ditarik kesimpulan:
1.        Manajemen pendidikan Islam merupakan suatu proses untuk mengkoordinasikan berbagai sumber daya pendidikan seperti guru, sarana dan prasarana pendidikan seperti perpustakaan, laboratorium, dan sebagainya untuk mencapai tujuan dan sasaran pendidikan atau dengan kata lain mananjemen pendidikan agama Islam adalah kemampuan dalam mengelola lembaga pendidikan Islam yang melibatkan sumber daya manusia muslim untuk ditumbuhkembangkan guna mencapai tujuan pendidikan Islam secara efektif dan efesien serta produktif.
2.        Karakteristik manajemen pendidikan Islam bersifat holistik, artinya strategi pengelolaan pendidikan Islam dilakukan dengan memadukan sumber-sumber belajar dan mempertimbangkan keterlibatan budaya manusianya.
3.         Tantangan manajemen pendidikan Islam di era globalisasi dan otonomi daerah  antara lain berhubungan dengan komponen dasar pendidikan Islam yaitu manajemen personalia pendidikan Islam, manajemen kesiswaan pendidikan Islam, manajemen kurikulum pendidikan Islam, manajemen keuangan pendidikan Islam, dan manajemen sarana dan prasarana pendidikan Islam, dan hal ini berakibat pada rendahnya kualitas atau mutu pendidikan Islam.


DAFTAR PUSTAKA

Bukhori,  Dkk., Azaz Azaz Manajemen (Yogyakarta: Aditya Media, 2005).

D. Marimba, Ahmad.  Pengantar Filsafat Pendidikan (Bandung: Al Ma’arif, 1989).

Denim, Sudarwan. Agenda Pembaharuan Sistem Pendidikan (Yogyakarta: Pustaka Pelajar, 2003).

H.M Arifin, Hubungan Timbal Balik Pendidikan Agama (Jakarta: Bulan Bintang, Tt).

Hamalik, Omar. Manajemen Pengembangan Kurikulum (Bandung: PT. Remaja Rosdakarya, 2010).

Idris, Zahara. Dasar Dasar Kependidikan (Padang: Angkasa Raya, 1981).

Jhon M. Echols, Hassan Shadily, Kamus Inggris Indonesia (Jakarta: Gramedia, 1993).

Mulyasa, Manajemen Berbasis Sekolah: Konsep, Strategi dan Implementasi, (Bandung: PT. Remaja Rosdakarya, 2002).

Nata, Abuddin. Manajemen Pendidikan  (Jakarta: Kencana, 2010).

Nata, Abuddin.  Kapita Selekta Pendidikan Islam; Isu Isu Kontemporer Tentang Pendidikan Islam, ( Jakarta:Rajawali pers, 2012).

P  Siagian, Sondang.   Falsafah Administrasi (Jakarta: CV Masa Agung, 1990).

Putra Daulay, Haidar . Pendidikan Islam dalam Sistem Pendidikan Nasional di Indonesia (Jakarta: Kencana Prenada Media Group, 2006).

Qomar, Mujamil. Manajemen Pendidikan Islam (Yogyakarta: Erlangga, 2007).

Ramayulis, Ilmu Pendidikan Islam (Jakarta: PT Kalam Mulia, 2008).

Sulistyorini, Manajemen Pendidikan Islam (Surabaya: Elkaf, 2006).